Sabtu, 14 April 2012

Sekilas Mengenai ICTERUS


Pengertian Ikterus
Ikterus ialah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Kejadian ikterus ternyata benar-benar untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu dan waktu tertentu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan bayi baru lahir yang pada akhir-akhir ini mengalami kemajuan.
Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis. Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologis ialah ikterus yang tidak mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. (Hassan, Rusepno, 2007 : 1101).
Batasan-batasan Ikterus
·        Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan ikterus patologis. Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama. Ikterus dikatakan fisiologis bila :
1.      Timbul pada hari kedua dan ketiga.
2.      Kadar bilirubin indirek sesudah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.
3.      Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%  per hari
4.      Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5.      Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6.      Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis. (Sarwono, 2002).
·        Ikterus Patologis
Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
(Sarwono, 2002).
·        Kern Ikterus
Kern Ikterus ialah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nukleus dubtalamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulasi ke IV. Tanda-tanda klinik pada permulaan tidak jelas tetapi dapat disebutkan ialah mana yang berputar, latergis, kejang tidak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opisototonus. Pada umur yang lebih lanjut bhla bayi itu hidup dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan gangguan bicara dan retardasi mental.
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1.      Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkan misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah RH, AO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-G PD, piruvat kinase, perdarahan tertupul dan sepsis.
2.      Gangguan pada proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh maturitas hepar, kurangnya subtrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Niggle-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3.      Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin, kemudian diangkut hepar, ikatan bilirubin dan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4.      Gangguan dalam ekresi
Terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh  penyebab lain.
5.      Peningkatan sirkulasi entorohepatik misalnya pada ileus obstruksi.
(Sukadi, Abdurrohman, dkk. 2002)
Gangguan Klinis
Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
        Latergi.
        Kejang.
        Tak mau menghisap
        Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus.
        Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut akan terjadi spasme otot, opisofotonus, kejang, stetosis yang disertai ketegangan otot.
        Dapat tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental.
(Sukadi, dkk. 2002).
Komplikasi
Terjadi karena ikterus. Kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirec pada otak.
        Stadium I        :  reflek moro jelek, latergi, kejang.
        Stadium II      :  epistotonus, panas, mata cenderung deviasi ke atas.
        Stadium III     :  spastititas menurun, pada sekitar usia 1 minggu.
        Stadium IV     :  gejala sisa lanjut, paralysis bola mata ke atas.
(Sarwono, 2002)

PENYAKIT PERIODONTAL


PENDAHULUAN
Penyakit / kelainan jaringan penyangga gigi dikenal sebagai penyakit Periodontal, dari waktu ke waktu mempunyai pengertian yang berbeda. Penelitian yang terus berkembang dalam patogenesis, epidemiologis dan penyebab penyakit sangat mempengaruhi klasifikasi penyakit periodontal.
Yang secara konsisten menjadi perhatian dalam klasifikasi adalah apakah penyakit merupakan lesi primer atau kelainan yang terjadi juga merupakan manifestasi penyakit sistemik atau adanya kondisi lain dalam jaringan periodonsium yang tidak merupakan lesi primer dari marginal.
Dalam menentukan klasifikasi ada prinsip tertentu menjadi dasar yaitu :
a.       Bahwa penyakit periodontal yang meluas dari marginal gingiva adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
b.      Penyakit yang terbatas hanya pada gingiva disebut gingivitis, bila penyakit meluas menyangkut ligamen periodontal, sementum dan tulang alveol disebut periodontitis.
c.       Walaupun gingivitis dan periodontitis merupakan kelainan lokal, penampilannya dapat dipengaruhi oleh kondisi sistemik. Beberapa kelainan gingiva, pertama mungkin disebabkan oleh kondisi sistemik, tidak ada dokumentasi mengenai periodontitis yang murni dari faktor sistemik.
Walaupun klasifikasi penyakit periodontal bukan sesuatu yang sangat pasti dan dalam waktu tertentu dapat berubah, menen­tukan klasifikasi sangat penting dalam kaitan untuk menentukan diagnosa, prognosa, perawatan dan pencegahan.

KLASIFIKASI PENYAKIT PERIODONTAL
Penyakit Periodontal terbagi dalam dua kelompok besar yaitu Gingivitis dan Periodontitis.
Gingivitis
Gingivitis merupakan bentuk penyakit gingiva yang paling umum terjadi. Keradangan gingiva hampir selalu tampak pada setiap bentuk penyakit gingiva. Telah ada kesepakatan bahwa perubahan patologis yang menyertai gingivitis ada hubungannya dengan mikroorganisme dalam sulkus gingiva. Organisme ini mempunyai kemampuan mensistensa produk yang dapat merusak sel epitel, sel jaringan ikat, substansi interselular dan serat kolagen. Sebagai akibatnya adalah melebarnya ruang antara sel‑sel junctional epithelium pada gingivitis dini dan memberi kesempatan produk bakteri yang berbahaya dan bakteri menyusup ke dalam jaringan.
Urutan (sequensis) proses terjadinya gingivitis adalah sebagai berikut : yang pertama terjadi adalah respon gingiva terhadap plak gigi yaitu perubahan pada vascular. Perubahan ini tidak tampak secara klinis. Terjadi proliferasi pembuluh darah kapiler dan bertambahnya aliran darah. Akumulasi dan migrasi leukosit bertambah dalam sulkus gingiva yang ditandai bertambahnya aliran cairan gingiva dari sulkus gingiva. Lesi permulaan yang terjadi ini dapat sembuh atau menjadi keradangan kronis, tergantung dari respon host.
Bila terjadi keradangan kronis maka dalam beberapa hari akan terlihat infiltrasi sel makrofag dan sel limfosit. Dengan berjalannya waktu maka kemungkinan terlihat tanda kemerahan pada gingiva sebagai akibat proliferasi kapiler dan bertambahnya lop kapiler pada rete pegs. Juga dapat terjadi perdarahan pada probing. Kerusakan serat kolagen juga bertambah, 70 % di sekitar infiltrat selular. Yang terutama terkena adalah serat sirkuler dan dentogingival. Keadaan tersebut di atas merupakan gingivitis dini atau ringan (mild). Polimorphoneuclear Neutrophils (PMNs) meninggalkan pembuluh darah bermigrasi ke poket dan melakukan tugas fagositosis.
Pada perkembangan selanjutnya pembuluh darah terperangkap dan tersumbat, vena balik lemah dan aliran darah lambat. Sebagai akibatnya adalah anoxemia lokal pada gingiva dan ada bayangan biru pada gingiva yang merah.
Masuknya sel darah merah secara berlebihan ke dalam jaringan ikat dan pecahnya hemoglobin menjadi pigmen, berperan juga menuakan atau menggelapkan warna gingiva pada keradangan kronis. Dalam keadaan demikian keradangan gingiva dalam keadaan keparahan sedang (moderate) dan berat (severe).

Tipe Gingivitis
Gingivitis dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :
1.      Yang disebabkan oleh bakteri yang berakumulasi dalam sulkus gingiva dan          permukaan gigi.
2.      Yang disertai dengan nekrosis.
3.      Tidak ada hubungannya dengan plak dan tidak dimulai dari marginal.
Gingivitis yang ada hubungannya dengan plak bakteri dimulai dari gingiva paling koronal sebab di sana tempat lokasi bakteri penyebab. Penyebaran penyakit lebih ke apikal hanya terjadi bila penyakit menjadi lebih parah.
Hanya pada keadaan yang sangat parah atau bila diperparah oleh kondisi sistemik, gingivitis yang disebabkan oleh plak ini akan menyebar dari marginal gingiva ke mucogingival junction. Gingivitis yang tidak ada hubungannya dengan plak biasanya mengenai seluruh mulut oleh karena penyebabnya faktor sistemik atau distribusinya tidak ada hubungannya dengan sulkus gingiva atau margin gingiva.
1.      Gingivitis yang Ada Kaitannya dengan Plak Bakteri
·        Gingivitis ‑ Plak Bakteri ‑ Tidak Berkembang
Gingivitis yang disebabkan oleh plak bakteri adalah bentuk penyakit periodontal yang paling umum/sering terjadi dan dengan prevalensi yang paling tinggi. Walaupun gingivitis yang disebabkan oleh plak bakteri mempunyai komposisi bakteri berbeda dengan gingiva sehat, komposisi floranya tidaklah sangat spesifik. Dengan demikian diagnosa bakteriologis bukan metoda yang menjadi pilihan. Lebih tepat bila diagnosa dilakukan secara klinis.
Secara klinis gingivitis menunjukkan perubahan pada kontur dan kekerasan normal gingiva menjadi membengkak dalam berbagai derajat edema atau fibrosis pada kebanyakan kasus dan pada kasus tertentu dimodifikasi oleh kondisi sistemik.
Pada mereka dengan warna kulit yang lebih muda, warna merah muda gingiva menjadi merah atau merah kebiruan. Pada mereka dengan warna kulit gelap, perubahan warna gingiva tidak begitu jelas, tergantung intensitas pigmentasi normal, mungkin berwarna merah kebiruan dengan edema.
·        Gingivitis - Plak Bakteri - Diperparah Keadaan Sistemik.
Kondisi sistemik belum tentu sebagai bagian penyebab terjadinya gingivitis. Di lain pihak penampakan klinis gingivitis dapat menunjukkan adanya faktor sistemik.
Beberapa kondisi sistemik mempunyai peranan dalam berkembangnya gingivitis menjadi periodontitis, sedang beberapa kondisi sistemik lainnya mengubah penampilan gingivitis tanpa mengurangi kemampuan respon host untuk tidak berkembang ke periodontitis.
Termasuk kondisi sistemik yang disebut pertama adalah gangguan darah seperti neutropenia dan yang disebut belakangan adalah hormon sex, obat‑obatan tertentu dan penyakit sistemik lainnya.
Resiko terjadinya periodontitis meningkat semata-mata disebabkan oleh bertambahnya akumulasi plak pada gingiva yang membesar sehingga sukar dibersihkan.
a)      Gingivitis yang berhubungan dengan hormon sex.
Kehamilan dapat dikaitkan dengan gingivitis dan kadang‑kadang terjadi ploriferasi lokal yang dikenal sebagai pregnancy tumor. Kelainan tersebut di atas bukan neoplasma, tetapi keradangan dengan pembesaran gingiva.
Pembesaran gingiva yang terjadi dipengaruhi oleh gangguan keseimbangan hormon pada kehamilan. Fenomena yang sama terlihat pada pemakaian pil kontrasepsi oral. Gingivitis pada kehamilan lebih parah daripada gingivitis pada keadaan tidak hamil.
b)      Gingivitis yang ada kaitannya dengan obat‑obatan.
Penampakan klinis gingivitis dapat termodifikasi oleh obat‑obatan yang digunakan secara sistemik terutama obat anti konvulsi, obat kardiovascular dan immonosupresi tertentu. Terjadi hipertrofi elemen jaringan ikat (terutama kolagen) sehingga terlihat gingiva membesar.
Keradangan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi plak bakteri. Prototipe dan hipertrofi gingiva dari obat untuk sistem syaraf pusat tersebut di atas adalah phenytoin (diphenylhydantoin). Sekitar 50% pemakai phenytoin dalam jangka waktu panjang mengalami  pertumbuhan gingiva.
Hipertrofi hasil obat kardiovascular terutama adalah golongan calcium channel blockers seperti infedipine dan oxodipine. Beberapa calcium channel blockers lainnya juga mempunyai kaitan dengan pertumbuhan berlebihan gingiva. Cyclosporin sebagai immosupresi adalah golongan obat yang berperan besar terhadap terjadinya hipertrofi gingiva. Dengan kontrol plak yang baik dapat mengurangi keparahan­nya.
c)      Gingivitis yang berkaitan dengan penyakit sistemik.
Modifikasi kondisi pada gingiva selain yang tersebut di atas dapat dihasilkan dari beberapa penyakit sistemik. Hal ini terlihat pada keradangan gingiva yang parah terutama pada anak‑anak, yang keparahannya tidak sebanding dengan plak gigi yang ditemukan. Kondisi di atas mungkin dipengaruhi oleh adanya gangguan darah seperti leucemia dan granulositosis.
Demikian pula dengan efek lanjut dari kekurangan Vitamin C terutama bertambahnya perdarahan gingiva.

2.      Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG)
Terjadi ulserasi pada margin gingiva dan papila, interdental menjadi              cekung, beradang dan sakit. Terdapat limfadenopati, suhu meningkat, bau mulut tidak enak dan pseudomembrane rapuh di atas daerah yang terkena penyakit. Pada permulaan ditemukannya, dilaporkan NUG ada kaitannya dengan bakteri fusospiroheta kompleks. Pada akhir-akhir ini dilaporkan bahwa spireheta masuk ke dalam jaringan nekrosis dan berada dalam NUG. Studi kultur terhadap plak penyebab ditemukan spesies trepomena dan selenomonus bersama dengan Bacteroides, Eusobakterium Sp dan lain‑lain. Tidaklah jelas bedanya dengan komposisi bakteri yang terdapat pada bentuk gingivitis lainnya atau periodontitis. NUG sepertinya merupakan manifestasi infeksi berbagai bakteri yang dimodifikasi oleh keadaan sistemik penentu (determinant) tertentu.
·        Necrotizing Ulcerative Gingivitis, Faktor Sistemik Tidak Diketahui.
NUG secara tradisional dikaitkan dengan stres mental dan fisik. Hubungan yang tepat dan mekanisme bagaimana stres menghasilkan nekrosis masih perlu dibuktikan.
·        Necrotizing Ulcerative Gingivitis yang Ada Hubungan­nya dengan HIV.
Lesi ulserasi pada gingiva seperti NUG dapat ditemukan pada beberapa kasus AIDS. Infeksi HIV perlu diwaspadai bila terlihat tanda‑tanda NUG.

3.      Gingivitis, Tanpa Plak Gigi
Dua keadaan yang memberi kesan bahwa keradangan gingiva yang terjadi bukan oleh karena plak bakteri adalah tidak terjadi penyembuhan pada gingivitis dengan kontrol plak secara mekanis dan kemis yang dilakukan dengan sangat baik. Gingivitis yang disebabkan faktor bukan plak tidak menunjukkan bahwa kelainan berasal dari margin gingiva.
·        Gingivitis yang Ada Hubungannya dengan Penyakit Kulit
Gingiva dapat beradang, disebabkan oleh penyakit pada kulit. Mungkin saja yang tersangkut pertama dalam kasus ini adalah gingiva, tetapi umumnya merupakan manifestasi penyakit pada permukaan tubuh yang manapun. Penyakit yang termasuk keadaan tersebut di atas adalah lichens planus, mucous membrane pemphingoid, pemphingus dan gangguan vesicolobullous lain, termasuk manifestasi oral epidermolysis bullosa dan ectodermal displasia.
Gingiva mengalami desquamasi atau lesi dengan keradangan oleh perubahan hormon pada menopause atau gangguan keseimbangan dari hormon ovarium lainnya.

·        Gingivitis Alergi
Gingivitis diffuse, tampak lunak meluas dari marginal ke mucogingival junction. Dapat terjadi oleh karena bahan pembuat chewing gum atau bahan yang terdapat dalam pasta gigi atau bahan makanan.

·        Gingivitis Infeksi
Hampir semua bahan infeksi dari luar dapat menjadikan gingiva sarang infeksi. Bila virus, lesi vascular. Yang lebih sering menyerang adalah herpes virus. Bakteri dan fungsi yang bukan merupakan flora dalam mulut dapat menimbulkan kelainan seperti misalnya candida albicans.

PERIODONTITIS
Periodontitis merupakan penyakit periodontal yang paling umum terjadi dan hasil dari perluasan proses keradangan pada gingiva ke jaringan periodontal penyangga (tulang alveol, ligamen periodontal dan sementum).
Periodontitis dapat diklasifikasi sebagai berikut :
1.    Periodontitis Marginalis.
Kerusakan jaringan periodontal ada hubungannya dengan plak gigi penimbul keradangan.
2.    Juvenile Periodontitis.
Merupakan kelompok khusus dengan lesi lanjut pada anak-anak dan remaja.
3.    Necrotizing Ulcerative Periodontitis.
Kerusakan lanjut dari ANUG.

1.      Periodontitis Marginalis
Klinis, terlihat keradangan kronis pada gingiva, poket periodontal dan hilangnya tulang. Pada kasus lanjut terjadi, migrasi gigi patologis dan gigi goyang. Penyebab adalah plak gigi. Akumulasi plak dapat disertai oleh iritasi lokal seperti karang gigi, restorasi yang kurang baik dan impaksi makanan. Berdasarkan pada laju kerusakan jaringan dari penampakan klinis, periodontitis marginalis dapat di subklasifikasikan sebagai berikut :
·        Periodontitis dengan laju perkembangan yang lambat (Slowly Progressing Periodontitis)
·        Periodontitis dengan laju perkembangan yang cepat (Rapidly Progressing Periodontitis)
·        Refractory periodontitis.

·        Periodontitis dengan Laju Perkembangan yang Lambat
Periodontitis ini disebut pula periodontitis tipe dewasa (adult type periodontitis) dan mempunyai hubungan dengan pengendapan plak gigi dan karang gigi.
Stadium lanjut terjadi pada usia 50 ‑ 60 tahunan. Pada umumnya tidak memberi keluhan rasa sakit, tetapi kadang‑kadang akar gigi yang terbuka (tidak tertutup gingiva) menjadi sensitif. Gejala akut dapat terjadi karena terbentuknya abses periodontal dan caries pada akar gigi. Penyakit ini dapat mengenai beberapa gigi atau seluruh gigi dalam mulut.
Lesi memberi respon yang baik terhadap bentuk perawatan konvensional. Bila disertai trauma oklusi, kondisi yang ada disebut compound periodontitis atau traumatic periodontitis.
Terlihat adanya poket nifraboni dengan insiden yang tinggi, kehilangan tulang lebih banyak bentuk angular daripada horizontal, gigi goyang lebih dini dan lebih parah.
·        Periodontitis dengan Laju Perkembangan yang Cepat
Pada periodontitis ini akumulasi plak tidak sepadan dengan keparahan penyakit. Kondisi penyakit dijelaskan oleh Page dkk, sebagai berikut : “pada umumnya terjadi pada individu dewasa muda usia dua puluhan tetapi dapat juga terjadi di atas usia 35 tahun”.
Tampak keradangan mencolok pada gingiva, marginal gingiva ploriferasi, eksudasi dan kehilangan tulang sangat cepat (dalam beberapa minggu/bulan).
Sebagian besar penderita mempunyai antibodi untuk berbagai spesies Bacteroides, Actinobacillus atau keduanya dan menunjukkan defek pada fungsi fagositosis. Penampakan klinik tipe periodontitis lambat dan cepat kadang‑kadang sukar dibedakan kecuali diobservasi dalam waktu yang lebih lama terhadap laju perkembangan dan responnya terhadap perawatan.

·        Refractory Periodontitis
Kasus‑kasus yang tidak memberi respon terhadap perawatan dan/atau kambuh segera setelah perawatan yang memadai tanpa diketahui penyebabnya disebut refractory periodentitis. Menurut Page pada periodon­titis tersebut di atas terjadi mekanisme sebagai berikut : “respon host abnormal, organisme yang resisten atau masalah morfologi yang tidak dirawat”.

2.      Juvenile Periodontitis
Juvenile periodontitis merupakan penyakit periodontal yang parah. Terjadi pada masa kanak‑kanak dan remaja. Kerusakan periodontal terjadi sangat cepat dan kanak‑kanak serta remaja dapat kehilangan gigi prematur. Penyebab penyakit belum diketahui dengan jelas.
Berdasarkan distribusinya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
·        Generalized Juvenile Periodontitis
·        Localized Juvenile Periodontitis

·        Generalized Juvenile Periodontitis.
Menyerang seluruh gigi atau sebagian besar dari gigi yang ada. Tipe juvenile ini mempunyai hubungan dengan gangguan sistemik.
Kelainan sistemik yang ada kaitannya adalah :
a.       Papillon ‑ Lefevre Syndrome.
Sindrom ini ditandai hiperkeratosis dan ikhtiosis pada kulit siku, lutut, telapak tangan dan telapak kaki serta penyakit periodontal destruksi                 yang parah. Perubahan pada kulit dan jaringan periodonsium tampak bersamaan sebelum usia pasien mencapai 4 tahun. Lesi periodontal dimulai dengan keradangan dini pada gingiva dan diikuti oleh kehilangan tulang dan lepasnya gigi.
Penderita kehilangan gigi sulung pada usia 5 - 6 tahun. Gigi permanen tumbuh normal, kemudian mengalami penyakit periodontal yang distruktif dan gigi lepas. Pada usia 15 tahun penderita sudah tidak mempunyai gigi lagi kecuali M3. Gigi inipun dalam beberapa tahun juga lepas. Luka bekas pencabutan sembuh dengan baik.
Pasien dengan lesi kulit sama dengan Papillon Lefevre Syndrome tetapi tanpa kerusakan periodon­tal di diagnosa sebagai menderita penyakit Meleda.
b.      Down's Syndrome (Mongolism)
Merupakan penyakit Congenital (bawaan) ditandai dengan kurang berkembangnya mental dan kurang pertumbuhan fisik. Penyakit periodontal pada Down's Syndrome biasanya mengenai seluruh gigi yang ada, berkembang sangat cepat. Sering pula dijumpai ANUG. Prevalensi penyakit sangat tinggi, 100% pada usia 30 tahun. Belum ada penjelasan yang tepat mengenai perkembangan yang cepat dan prevalensi yang tinggi dari penyakit periodontal.
Kemungkinan beberapa faktor berperan memudahkan terjadinya kelainan periodontal yaitu berkurangnya resistensi terhadap infeksi oleh karena jeleknya sirkulasi darah terminal termasuk gingiva dan berkurangnya fungsi fagositosis.
c.       Prepubertal Periodontitis.
Terjadi kerusakan periodontal lanjut pada anak-anak dan tidak jelas penyakit sistemiknya. Kasus ini jarang terjadi, penyakit dimulai pada waktu gigi sulung erupsi. Ditemukan keradangan akut yang mencolok, jaringan gingiva ploriferasi dan kerusakan tulang yang cepat. Ditemukan defek pada netrofil dan monosit pada daerah perifer dan tidak adanya netrofil pada jaringan gingiva semua gigi sulung terkena gigi permanen kadang‑kadang terkena, mereka juga menderita infeksi saluran respirasi. Bentuk lokal dari prepubertal periodon­titis hanya mengenai beberapa gigi, dengan keradangan ringan dan kehilangan tulang lambat.
Respon baik terhadap perawatan konvensional. Gigi permanen tidak kena.

·        Localized Juvenile Periodontitis
Terjadi pada usia antara masa pubertas dan 25 tahun, mengenai laki‑laki dan perempuan. Distribusi klasik pada M1 dan I yang paling jarang terkena  adalah C dan P.
Tiga tipe kehilangan tulang yaitu :
a.       M dan / atau I
b.      M, I, dan beberapa gigi tambahan (total kurang dari 14 gigi)
c.       Seluruh gigi terkena.
Kerusakan tulang sering terjadi bilateral simetris.
Tanda Klinis
Pada Juvenile Periodontitis dini tidak tampak keradangan klinis pada poket periodontal yang dalam.
Terlihat ada sedikit plak, membentuk sedikit film tipis pada gigi dan jarang mengalami mineralisasi menjadi karang gigi. Gejala pertama yang paling umum adalah gigi goyang dan migrasi gigi M1 dan. I. Migrasi pada I rahang atas dan jarang pada rahang bawah. Pada stadium lebih lanjut dapat terjadi abses periodontal.
Juvenile Periodontitis berkembang sangat cepat. Kehilangan tulang 3 ‑ 4 kali lebih cepat dari pada periodontitis marginalis,. Kerusakan tulang berlanjut sampai gigi dirawat, lepas atau dicabut. Penyakit ini tidak secara konsisten menyebar pada gigi yang lain. Dua bakteri yang diduga patogen pada Juvenile Periodontitis adalah A actinomycetemeomitan dan Capnocytophaga.

3.      Necrotizing Ulcerative Periodontitis
Tipe periodontitis ini didapat setelah terjadinya ANUG berulang kali. Umumnya hanya mengenai beberapa daerah gigi. Gejala ANUG masih tetap ada.

Rabu, 11 April 2012

Dengue Haemoragie Fever Grade III


Dengue Haemoragie Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. (Suriadi dan Rita, 2001:57).
Kejadian penyakit DHF ini hampir tiaptahun terjadi dan mencapai puncak pada saat musim penghujan. Hal ini disebbakan karena banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang merupakan sarang perkembangan jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti pembawa virus dengue. Oleh karena itu kita selalu waspada guna mengantisipasi dan mencegah penyakit DHF. Awalnya penyakit DHF ini menyerang anak-anak akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang orang dewasa. (Nasrudin, 2004).
Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat bervariasi, mulai dari asimtimatik dengan varian klinik demam ringan yang tidak spesifik. Demam dengue ini ditandai dengan demam yang tinggi disertai keluhan nyeri yang biasanya diakhiri dengan munculnya ruam. Sebagian kecil menunjukkan manifestasi klinik yang dapat berakhir dengan kematian. (Soegeng Soegiyanto, 2004: 33).
Di Jawa Timur pada tahun 2000 jumlah kasus DHF yaitu 4.224 kasus sedangkan jumlah kematian adalah 42 jiwa. Angka kematian (case fatality rate) DHF adalah 0,99%. Penyakit DHF kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus dilaporkan berumur kurang dari 15 tahun. (Depkes Propinsi Jatim, 2001).
Pada bulan Januari 2005 secara nasional dinyatakan mengalami kejadian luar biasa penyakit DHF termasuk propinsi Jawa Timur. Sedangkan jumlah kasus pada tahun 2005 mencapai 7556 kasus dengan 21,43 per 100.000 penduduk sedikit masih melebihi target 120 per 100.000 penduduk. (Dinkes Jatim, 2005).

Usia Kehamilan Delapan Minggu dengan Abortus Incompletus


Abortus Incomplets adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. (Mochtar Rustam, 1998: 212)
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga non profesional dapat menimbulkan efek samping yang serius seperti tingginya kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 ibu meninggal pada saat hamil, bersalin, pada saat ini angka kematian ibu di Indonesia berkisar sebesar 19.500 – 20.000 setiap tahunnya atau terjadi setiap 26 – 27 menit. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan 30,5%; infeksi 22,5%; gestosis 17,5%; dan anastesia 2%.
Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Mansjoer, Arief, 2004)
Keguguran adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur hamil kurang dari 28 minggu. (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998)
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. (Mochtar Rustam, 1998)